Pengalaman bersama AFS berlanjut di Karawang

Business/Charity

Tugas menjadi pengisi acara "Pisah Sambut" AFS Chapter Karawang pada tanggal 26 Juni kemarin ternyata dilanjutkan dengan tugas lain yang lebih mulia. Mulia, karena dengan semangat volunteer-based organization, saya bersedia menjadi juri untuk acara seleksi tahap III di chapter ini. Well, nothing such as a free task. Di ujung acara, toh saya mendapatkan makan siang gratis, satu kotak nasi padang. Sementara acara di malam sebelumnya, it's business dengan sedikit konsep family discount. Tentunya saya tidak bisa bertahan dengan harga yang biasa berhubung yang meminta adalah teman yang akhirnya jadi saudara, dan konteks acaranya toh untuk AFS juga.

Tanpa basa-basi saya menerima tugas sebagai juri berhubung memberi penilaian adalah hobi dasar saya, dan mungkin banyak orang. Kita memberi nilai pada tindak-tanduk teman, acara televisi, musik, film, buku, makanan, dan banyak hal lain. Sekarang waktunya menggunakan keterampilan itu dalam konteks yang bisa membuatnya lebih bermanfaat.


Konsep baru seleksi tahap III

Setelah sedikit kasak-kusuk, akhirnya saya ditugaskan untuk menjadi juri untuk sesi kedua. Sama halnya dengan para peserta seleksi, saya yang baru pertama kali mengikuti acara ini juga belum punya gambaran yang tepat megenai apa yang mesti dilakukan.
Saya tahu sedikit mengenai konsep baru di seleksi tahap III ini. Di tahun-tahun sebelumnya, seleksi tahap III adalah seleksi melalui debat kelompok. Dalam kelompoknya, masing-masing peserta dinilai secara individual keaktivan, kemampuan komunikasi, dan kemampuan berargumen mereka dalam membahas suatu subjek. Mulai tahun ini ada perubahan konsep yang cukup drastis dalam pelaksanaan seleksi tahap III. Para peserta masih bekerja dalam satu kelompok, namun bukannya berdebat, mereka harus berkontribusi dalam menciptakan suatu bentuk kerajinan tangan dari bahan dan alat yang disediakan.

Dengan batasan berupa suatu tema, mereka diharapkan bisa menghasilkan suatu prakarya yang memiliki sisi estetis dan fungsional dalam waktu 30 menit saja. Setelah itu mereka harus mempresentasikan karya mereka di depan tiga orang juri dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari mereka mengenai karya tersebut. Di seleksi seperti ini, penilaian tidak hanya berdasarkan performa dan kontribusi dari masing-masing individual, namun juga pada bentuk karya yang mereka selesaikan.


Tiga Puluh Menit dari Sekarang!


Alat dan Bahan
Kertas HVS
Jarum pentul
Spidol warna-warni
Sedotan
Stik es krim
Gunting
Selotip
Lem


Sepertinya mudah 'kan? Kecuali bagi peserta yang "sumpah mati tidak memiliki sedikit pun kreativitas di bidang kerajinan tangan". Atau mereka mungkin lebih memilih lari keliling lapangan basket sepuluh kali atau push up 50 kali. Atau mereka akan berkata dalam hati "Apa hubungannya ketrampilan tangan dengan kesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar?"

Di kelompok yang saya nilai, kelihatan ada beberapa ide yang bagus tercurah. Mereka bisa memanfaatkan bahan dengan baik. Namun sayangnya, tidak satu pun dari mereka memahami konsep kontruksi. Mereka berencana membangun "rumah" dari bahan-bahan yang tersedia, namun sampai akhir waktu mereka tidak mampu membuat kerangka yang kokoh sehingga bentuk akhirnya adalah rumah rhombohedral, persis baru dihantam tsunami. Mereka mungkin tidak menyangka bahwa bentuk rumah yang paling sederhana pun membutuhkan kerangka yang baik untuk bisa berdiri dengan baik. Ide mereka yang cukup feasible ternyata tidak bisa dituangkan dengan baik.

Setelah presentasi masing-masing kelompok, para juri kemudian berkumpul, sekaligus dalam acara makan siang, untuk memberi apresiasi kepada semua karya dari keseluruhan kelompok.

Dalam dinamika kelompok, bisa dilihat bermacam-macam perilaku yang bisa diamati untuk menentukan peserta mana saja yang akan lolos ke tahap seleksi berikutnya. Bentuk perilaku ideal adalah kelompok yang mampu melakukan pencurahan ide untuk menghasilkan suatu rancangan karya, membagi-bagi tugas, menyelesaikan tugas masing-masing, dan menyatukan hasil pekerjaan masing-masing dalam satu karya. Yang paling penting juga adalah bagaimana semua bahan bisa dipakai sampai habis, alokasi waktu yang tepat, dan mengkomunikasikan ide-ide mereka yang telah terwujud dalam karya itu dalam bentuk presentasi.

Tentunya banyak sekali variasi yang bisa muncul dalam prakteknya. Mereka, yang masing-masing kemungkinan besar adalah asing satu sama lain berhubung baru menyatu dalam satu kelompok dalam kesempatan ini saja, tentunya akan menemui banyak kendala dalam menunjukkan performa terbaik mereka. Seorang peserta mungkin bisa aktif mengeluarkan berbagai ide cerdas namun tidak bisa menuangkan idenya tersebut dalam bentuk rancangan, organisai kerja, dan menggunakan ketrampilan tangannya untuk menyelesaikan tugasnya.

Dari sepuluh kelompok hanya dua saja yang bisa menghasilkan karya yang dianggap paling memenuhi kriteria juri. Satu kelompok membuat bingkai/hiasan pintu, yang satu lagi membuat Yang lainnya terpaksa muncul dengan hasil yang di bawah harapan, misalnya:

  • Alih-alih menghasilkan satu karya, satu kelompok menghasilkan tiga karya terpisah yang bahkan tidak terkumpulkan dalam satu ide

  • Karya yang dihasilkan cukup bagus, namun masih banyak menyisakan bahan, atau bahkan

  • Karya yang tidak selesai



Refleksi
Sekarang bayangkan jika anda sendiri yang menjadi peserta seleksi. Apa yang akan anda hasilkan bersama kelompok anda?
Bagaimana pula kalau anda yang menjadi juri. Pertanyaan apa saja yang bisa diajukan untuk menggali berbagai hal yang bisa dinilai dari dinamika kelompok?

Comments

Ardho said…
sayang..
saya termasuk orang yang lebih memilih lari 50 km...
dan berpikir, "sumpah mati saya gak kreatip"

Popular Posts