Menunggu Terbitnya Sinyal di Kijang

Untold Stories of Ramadhan 1425 H - Hari Kedua di Kapal

Penggusuran

Hari kedua di atas kapal dimulai sangat dini, pas lewat tengah malam. Saat itu gw, kira-kira sudah tertidur hampir dua jam dan nyaris pulas, setelah melewati perjuangan yang keras melawan dinginnya AC, nyala lampu yang terang benderang, dan bising TV dan penumpang lain yang masih asyik bercakap-cakap. Rupanya kasur kosong di sebelah kasur yang ditempati keluarga abang tidak benar-benar kosong. Terpaksalah penumpang gelap ini mengalah sedikit. Si empunya kasur rupanya tidak tega juga menggusur gw. Jadi sedikitlah kami berbasa-basi mengobrol dan mencari kambing hitam dari kejadian ini. Malam sebelumnya dia memang menawarkan tempatnya supaya gw bisa bergabung dengan abang dan kakak serta kedua anak-anak mereka, sementara dia mengambil tempat di sebelahnya yang kelihatannya kosong. Namun tengah malam, setelah dia pulang menonton live music di restoran kelas II, orang lain dengan pulasnya tidur di tempat tadi. Terpaksalah dia dengan berat hati meminta tempat gw.

Nasib. Terpaksalah sedikit terpuruk meminta sisa-sisa tempat yang terluang di antara kasur yang yang ditempati keluarga abang.

Tapi kedua mata tidak bisa dipejamkan lagi. Gw sudah lelah memaksakan diri untuk tidur, dan lagipula waktu sahur tinggal beberapa jam lagi.

Lepas sahur, barulah mata terasa pedih akibat kurangnya tidur. Akhirnya, tanpa mesti dipaksa lagi, pagi itu gw tidur seharian membalas utang istirahat yang sudah ditagih badan. Goyangan ombak yang membuai kapal membuai juga badan gw yang kelelahan. Sampai jam sebelas siang sedikit banyak gw bisa menikmati tidur walaupun sekali-kali terbangun juga akibat teriakan-teriakan para penumpang cilik yang sedang berlatih akrobat di atas kasur yang jadi trampolinnya. Rascals!

The search of personal amusement
Selain tidur dan TV yang gambarnya hilang-hilang timbul, apalagi hiburan di kapal? Banyak pilihan.

Jalan-jalan. Lorong-lorong di dek kapal cukup bagus untuk dilihat. Dengan sedikit imajinasi kanak-kanak, lorong-lorong tersebut bisa jadi wahana main petak-umpet, balap karung, kejar-kejaran, dan "Look who's barfing now". Permainan yang terakhir ini - seingat gw dari pengalaman naik kapal tahun 1997 - cukup merepotkan bagi orang dewasa, terutama mereka yang di tengah mualnya mabuk laut mesti mengejar-ngejar anak-anak kecil yang dengan tubuh bebas mabuk berlari-lari naik turun tangga kapal. Mabuk laut dan pusing menjaga anak-anak cukup membuat mual tak tertahankan dan ... get the idea?
Pemandangan laut juga cukup menyenangkan, walaupun mesti hati-hati juga menanggulangi angin yang kencang bertiup. Kalau tidak ada kapal-kapal lain melintas atau gugusan pulau yang bisa dilihat, ada juga cara lain menikmati pemandangan. Tebak-tebakan yang melibatkan berbagai objek di permukaan air laut cukup menarik juga, apalagi jika melibatkan sedikit kejayusan.
"Eh gw liat ikan merah tuh. Lumba-lumba kali yah?"
"Mana?"
"Itu! Entar deh kayaknya bakal ada lagi ... Itu dia " (sambil nunjuk gugusan sampah kapal yang terapung-apung)
"... kayaknya bukan ikan deh."
Semua bagian kapal bisa dijelajahi. Kecuali bagian haluan kapal dan anjungan yang restricted buat awak kapal saja. Jadi jangan coba-coba ngajak cewek ke ujung haluan kapal buat mensimulasikan "Jack ... I'm flying"

Jajan. Tapi gw merekomendasikan ini hanya untuk mereka yang cukup banyak punya duit untuk dibelanjakan makanan yang rasanya gak keruan. Nasi goreng yang harganya ceban itu, selain porsinya dikit - bahkan lebih sedikit dari porsi gaul - rasanya jauh dari harapan. Bahkan telor dadarnya pun tidak utuh, kurang lebih hanya sepertiga saja. Hanya dengan taburan bawang goreng dan saus, nasi goreng ini benar-benar ditujukan bagi pemula saja. Penikmat nasi goreng sejati pasti akan mencak-mencak mencelanya di blog.

Bioskop. Bioskop "Nah Ini Dia" benar-benar tak terperkirakan. Jadwal tayang film yang dua kali sehari itu selalu diumumkan lewat pengeras suara PA dengan review yang amat menjual bahkan elu akan menjadi tertarik menonton film laga Steven Seagal. Tidak hanya film laga yang dijual, film semi ala Hongkong "Desire" juga ditawarkan, bahkan di tengah hari bolong di bulan puasa ini! Sepertinya pengelola bioskop sadar benar kalau tidak ada anggota FPI di atas kapal. Tapi judul-judul film kali ini belum seberapa jika dibandingkan pengalaman adik gw Ifa "Bayangin aja, lagi di atas kapal, eh diputerin film Titanic". Mengejar pengalaman emosional penonton?

Karaoke. Yang ini adalah favorit gw. Waktu yang terbaik untuk mengunjungi ruang karaoke? Siang hari. Sepi pengunjung, ruang ini serasa ruang karaoke privat. Pilihan lagunya juga banyak, beda-beda tipis sama karaoke room di Kota. Yang kurang cuma lagu-lagu terbaru dari Dewa, Peter Pan, dan band-band yang sedang ngetop sekarang. Lumayanlah teriak-teriak lagu jadul, tanpa takut mendapat review negatif dari pengunjung lain. Dengan tarif Rp 2500 per lagu dengan bonus satu lagu untuk setiap empat lagu yang dibayar, you just can't get any better offer onboard.

Signal, signal, where art thou?
Ngobrol di telpon sebenarnya bisa jadi hiburan juga di atas kapal, tapi sayangnya jaringan operator GSM - bahkan telkomsel dan indosat - belum ada yang menjangkau tengah laut begini. Satu-satunya pilihan adalah wartel dengan fasilitas telpon satelit dengan tarif Rp 3000 per 15 detik sementara fasilitas sms tidak ada. Jadi sebelum bicara, rancang dulu bentuk percakapan sehingga penggunaan pulsa menjadi efektif. Sayangnya strategi ini tidak akan berhasil, kalau lawan bicara tidak ngeh kalo kita sedang dikejar-kejar argo kuda dan asyik menanyakan detil yang tidak perlu dan malah membuka dialog yang panjang lebar.

Di saat komukasi lewat telpon seluler menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari, di atas kapal keberadaan sinyal menjadi hal yang sangat ditunggu-tunggu. Ada misi lain dari kegiatan melihat-lihat pemandangan laut di atas dek. Begitu ada tanda-tanda daratan, para penumpang sibuk mengecek ikon sinyal di telpon masing-masing. Jadi teriakan "Daratan di arah haluan!" bermakna "Segera cek sinyal". Tanda-tanda lemah saja bisa jadi berita besar yang akan membuat para penumpang yang masih ada di dalam kamar masing-masing berlomba-lomba naik ke dek
atas untuk mencoba keberuntungan dalam merengkuh sinyal yang menjadi kunci koneksi ke jaringan GSM masing-masing.

Jadi setelah lebih 24 jam tanpa sinyal, persinggahan di pelabuhan Kijang menjadi hal yang begitu ditunggu-tunggu. Gugusan pulau dua jam sebelum pelabuhan di pulau Bintan ini menjadi pertanda baik yang ditunggu-tunggu penghuni kapal. Maka saat magrib menjelang dan kapal mulai mengambil posisi untuk bersandar menjadi momen "Habis terang, terbitlah sinyal". Jadi para penumpang menggunakan waktu yang dua jam itu sebaik-baiknya untuk berkomunikasi lewat telpon masing-masing, sebelum sinyal menghilang sejalan dengan menjauhnya kapal dari pulau ini untuk melanjutkan perjalanan menuju Belawan.

Comments

Popular Posts