Dari Tebet sampai Bogor

Ada yang suka ke Symbal Studio di daerah Tebet Dalam? Rupanya dengan tarif kurang dari 50 ribu perak per jam, kita sudah bisa menyalurkan semua energi terpendam yang menumpuk di sela-sela raga kita untuk menggebuk drum, mencabik-cabik gitar, membetot bas, atau memijit-mijit tuts kibor. Studio ini rupanya memasang beberapa testimonial dari beberapa artis yang pernah mencobanya, antara lain Tantowi Yahya, Hedi Yunus, dan Titi DJ.

Hari sabtu kemarin adalah kunjungan resmi gw ke sana. Setelah beberapa kali diajak dan beberapa kali pula menolak, seorang teman gw Aramico berhasil mengeksploitasi suasana hati gw yang sedang suntuk hingga menjadi alasan yang baik untuk bergabung dengan teman-teman lain yang sudah lama bermain di sana tiap sabtu sore sekitar jam 4 - 6.

Pertama ada sedikit rasa kagok sebab gw gak biasa bermain di dalam sebuah band yang beneran. Selama ini gw bermain musik ditemani oleh teman-teman band virtual yang siap ber-jam session untuk musik apa saja yang sesuai dengan keinginan hati ini. Namun dengan santainya bung Firstman meyakinkan bahwa tidak perlu ada sungkan dalam sesi tersebut, yang penting bersenang-senang saja berpartisipasi dalam mengurangi umur instrumen-instrumen musik yang ada di situ. Okelah, kita coba sedikit musik lain daripada yang biasa gw mainkan.

Sebagai sesuatu yang bisa mempermudah transisi untuk masuk ke dalam mood, ada lagu Ello "Pergi untuk Kembali" yang biasa dengan mudah gw mainkan sendirian di kibor. Dengan tabuhan drum oleh mas Putu dan lengkingan gitar Novi, sedikit demi sedikit gw masuk dalam atmosfir yang telah lama tidak gw rasakan. Tidak sempurna memang aransemen yang dimainkan, tapi seperti yang dibilang oleh Firstman, yang penting enjoy.

Beberapa repertoar lagu band lain diusung. Lagu-lagu dari Dewa, Duran-Duran, dan Ugly Kid Joe yang jelas-jelas punya beat yang enak buat didengar akhirnya bisa kami selesaikan dengan seenak-enaknya. Duet vokal Nico dan Mico (kayaknya cocok jadi nama duo nih!) melengking-lengking, mengeksplorasi wilayah melodi tanpa ada kekangan teks lirik yang harus diikuti.

Setelah hampir dua jam, sesi itu akhirnya mesti diakhiri sekitar pukul setengah tujuh malam berhubung kita tidak ingin repot-repot diusir oleh pengelola studio. Lagipula masih ada acara lain di malam minggu itu yang menunggu: makan sop dan sate kambing dan meluncur ke Puncak (yang akibat macet di Ciawi terpaksa diganti dengan acara drinking some coffee and passing judgements at Gumati Café Bogor).

Comments

Popular Posts