Perlu Belajar Banyak
Ucapan Duka Cita
Turut berduka cita atas kejadian kecelakaan kereta api yang baru saja terjadi berturut-turut dalam bulan April ini, yakni di Serdang Bedagai, Grobogan, dan Kalibata.
Sepertinya belum hilang lagi dari ingatan sejumlah kecelakaan di atas rel yang terjadi dalam kurun beberapa bulan belakangan ini, seperti atap gerbong ambruk di Serpong dan penumpang tersetrum listrik tegangan tinggi di Manggarai.
Rambu-Rambu yang Hilang Arti
Untuk beberapa kejadian belakangan ini, kita bisa melihat bahwa sikap penumpang yang kurang mau diajak bekerja sama dalam menjaga keselamatan berkendara menjadi faktor penyebab fatalitas. Sedangkan kejadian di Kalibata kembali menyadarkan kita bahwa tingkat kesadaran pengemudi angkutan untuk menjaga keselamatan diri dan penumpangnya perlu dibenahi lagi.
Usaha PT KA untuk menjaga keselamaan penumpang sebenarnya sudah serius. Di setiap stasiun di Jabotabek, para petugas tidak henti-hentinya memerintahkan para penumpang yang duduk di atap kereta untuk masuk ke dalam gerbong. Papan berisi angka kecelakaan KA dipampang untuk mengingatkan penumpang untuk berhati-hati. Sejumlah penghalang baik jeruji yang dipasang di atap stasiun maupun kawat berduri yang dipasang di atap gerbong juga menunjukkan keseriusan PT KAI. Di perlintasan KA, sekarang bukan hanya palang pintu dan bunyi sirene yang menjadi petunjuk bagi para pengemudi untuk berhenti menunggi kereta lewat. Peringatan panjang lebar mengenai pentingnya menaati rambu-rambu di perlintasan kereta dalam bentuk suara juga sudah melengkapinya. Sekarang tingal bagimana mengedukasi penumpang KA dan pengguna lalu lintas lainnya supaya lebih dewasa dalam menerima dan menjalankan peraturan-peraturan tersebut.
Jika penumpang bertindak seperti anak-anak, para petugas KA pasti terus sibuk mengatur supaya mereka tertib mengisi gerbong. Petugas mesti berulang kali menyuruh para penumpang yang bandel untuk turun dari atap dan sambungan antar gerbong. Sejenak mereka mematuhinya, namun begitu kereta bergerak menjauhi stasiun, mereka kembali dengan aksi akrobatik untuk memanjat ke atap. Sama seperti bandelnya pengemudi motor yang kembali memasuki jalur lambat jika merasa aman dari pengamatan polantas.
Apa perlu foto-foto kecelakaan KA dipasang di stasiun? Mungkin angka-angka saja kurang berbicara banyak, sementara satu gambar bisa menyuarakan seribu kata? Jika mencontoh usaha Polisi Lalu Lintas memasang bangkai mobil korban kecelakaan di beberapa titik yang rawan sebagai peringatan, apa perlu bangkai Metromini S64 itu dipasang di perlintasan Kalibata untuk mengingatkan para pengemudi lain untuk berhati-hati? Saya takut malah itu semua menjadi pajangan menakutkan pada awalnya. Lama-kelamaan, setiap orang yang telah terbiasa melihatnya akan kebas dari makna simbol-simbol tersebut. Foto dan bangkai bus itu akan sama nasibnya dengan garis-garis marka jalan dan zebra cross, hilang arti.
Egoisme vs Altruisme
Jangan-jangan egoisme kita sudah sebegitu parahnya. Saya mesti duluan keluar dari gerbong yang padat ini, penumpang lain jadi korban yang terinjak-injak. Saya ingin berangin-angin di pintu kereta, hasilnya penumpang lain yang ingin keluar terhalangi. Saya sedang menunggu penumpang, tidak peduli kendaraan lain di belakang terhalang bahkan tersambar kereta.
Bayangkan di dunia dimana altruisme yang berkuasa di atas egoisme.
Pasti kemacetan yang terjadi. Ada kadar tertentu dari altruisme yang perlu dicapai. Tidak perlu sempurna sebab mungkin jadinya tidak praktis.
Dipikir-pikir lagi, memang kejadian-kejadian fatal itu terjadi akibat egoisme tanpa penentuan prioritas yang baik dalam melihat kebutuhan diri. Saya ingin nyaman berangin-angin di atas gerbong, tapi mengorbankan keselamatan diri sendiri. Saya memaksakan diri untuk berangkat di gerbong yang padat, akibatnya berdesak-desakan dan kepanasan. Saya ingin mendahului menyebrang rel walaupun palang pintu kereta sudah turun, akibatnya tersambar kereta yang lewat.
Memang kita perlu belajar banyak lagi dalam berinteraksi secara santun di dalam masyarakat untuk bisa menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain.
Turut berduka cita atas kejadian kecelakaan kereta api yang baru saja terjadi berturut-turut dalam bulan April ini, yakni di Serdang Bedagai, Grobogan, dan Kalibata.
Sepertinya belum hilang lagi dari ingatan sejumlah kecelakaan di atas rel yang terjadi dalam kurun beberapa bulan belakangan ini, seperti atap gerbong ambruk di Serpong dan penumpang tersetrum listrik tegangan tinggi di Manggarai.
Rambu-Rambu yang Hilang Arti
Untuk beberapa kejadian belakangan ini, kita bisa melihat bahwa sikap penumpang yang kurang mau diajak bekerja sama dalam menjaga keselamatan berkendara menjadi faktor penyebab fatalitas. Sedangkan kejadian di Kalibata kembali menyadarkan kita bahwa tingkat kesadaran pengemudi angkutan untuk menjaga keselamatan diri dan penumpangnya perlu dibenahi lagi.
Usaha PT KA untuk menjaga keselamaan penumpang sebenarnya sudah serius. Di setiap stasiun di Jabotabek, para petugas tidak henti-hentinya memerintahkan para penumpang yang duduk di atap kereta untuk masuk ke dalam gerbong. Papan berisi angka kecelakaan KA dipampang untuk mengingatkan penumpang untuk berhati-hati. Sejumlah penghalang baik jeruji yang dipasang di atap stasiun maupun kawat berduri yang dipasang di atap gerbong juga menunjukkan keseriusan PT KAI. Di perlintasan KA, sekarang bukan hanya palang pintu dan bunyi sirene yang menjadi petunjuk bagi para pengemudi untuk berhenti menunggi kereta lewat. Peringatan panjang lebar mengenai pentingnya menaati rambu-rambu di perlintasan kereta dalam bentuk suara juga sudah melengkapinya. Sekarang tingal bagimana mengedukasi penumpang KA dan pengguna lalu lintas lainnya supaya lebih dewasa dalam menerima dan menjalankan peraturan-peraturan tersebut.
Jika penumpang bertindak seperti anak-anak, para petugas KA pasti terus sibuk mengatur supaya mereka tertib mengisi gerbong. Petugas mesti berulang kali menyuruh para penumpang yang bandel untuk turun dari atap dan sambungan antar gerbong. Sejenak mereka mematuhinya, namun begitu kereta bergerak menjauhi stasiun, mereka kembali dengan aksi akrobatik untuk memanjat ke atap. Sama seperti bandelnya pengemudi motor yang kembali memasuki jalur lambat jika merasa aman dari pengamatan polantas.
Apa perlu foto-foto kecelakaan KA dipasang di stasiun? Mungkin angka-angka saja kurang berbicara banyak, sementara satu gambar bisa menyuarakan seribu kata? Jika mencontoh usaha Polisi Lalu Lintas memasang bangkai mobil korban kecelakaan di beberapa titik yang rawan sebagai peringatan, apa perlu bangkai Metromini S64 itu dipasang di perlintasan Kalibata untuk mengingatkan para pengemudi lain untuk berhati-hati? Saya takut malah itu semua menjadi pajangan menakutkan pada awalnya. Lama-kelamaan, setiap orang yang telah terbiasa melihatnya akan kebas dari makna simbol-simbol tersebut. Foto dan bangkai bus itu akan sama nasibnya dengan garis-garis marka jalan dan zebra cross, hilang arti.
Egoisme vs Altruisme
Jangan-jangan egoisme kita sudah sebegitu parahnya. Saya mesti duluan keluar dari gerbong yang padat ini, penumpang lain jadi korban yang terinjak-injak. Saya ingin berangin-angin di pintu kereta, hasilnya penumpang lain yang ingin keluar terhalangi. Saya sedang menunggu penumpang, tidak peduli kendaraan lain di belakang terhalang bahkan tersambar kereta.
Bayangkan di dunia dimana altruisme yang berkuasa di atas egoisme.
Di sebuah perempatan
"Monggo dik, duluan saja"
"Jangan mas, mas saja yang duluan"
"Sepertinya adik yang sedang terburu-buru"
"Tapi mas kan yang duluan di masuk di perempatan"
"..."
Pasti kemacetan yang terjadi. Ada kadar tertentu dari altruisme yang perlu dicapai. Tidak perlu sempurna sebab mungkin jadinya tidak praktis.
Dipikir-pikir lagi, memang kejadian-kejadian fatal itu terjadi akibat egoisme tanpa penentuan prioritas yang baik dalam melihat kebutuhan diri. Saya ingin nyaman berangin-angin di atas gerbong, tapi mengorbankan keselamatan diri sendiri. Saya memaksakan diri untuk berangkat di gerbong yang padat, akibatnya berdesak-desakan dan kepanasan. Saya ingin mendahului menyebrang rel walaupun palang pintu kereta sudah turun, akibatnya tersambar kereta yang lewat.
Memang kita perlu belajar banyak lagi dalam berinteraksi secara santun di dalam masyarakat untuk bisa menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain.
Comments