Nonton Lagi, Komentar Lagi

Hari Minggu kemarin, gw bertiga dengan dua adek a.k.a tukang morotin dapet ide buat nonton "Return of the King" lagi. Bulan lalu masing-masing udah nonton dalam kesempatan yang berbeda-beda. Jadi kemarin berhubung acara di TV gak ada yang mutu, tiba-tiba aja muncul ide buat nonton bareng.

Gak tau jadwal bioskop, akhirnya diputuskan untuk nanya lewat 108. Pertama gw yang nelpon, nanya nomor Kalibata 21. Dapet, terus pas nanya ke Kalibata, ternyata "RoTK" udah turun. Giliran tukang morotin I yang nelpon lagi ke 108, nanya nomor Wijaya dan Cinere 21. Pas ditanya, ternyata di dua bioskop itu juga udah diputer lagi. Akhirnya giliran tukang morotin II yang nelpon ke 108, nanya nomor Info 21. Sekalian aja nanya di mana bioskop yang masih muter itu film, daripada dengan sintingnya nanyain satu-satu nomor telepon bioskop. Ide brilian itu emang suka muncul terlambat. Akhirnya, dari sekian bioskop di Jakarta yang masih muter, TIM 21 jadi pilihan.

Jam 14.15 pertunjukan mulai. Setiap kali gw ngeliat lambang "hape dicoret" dan "kaki di atas kursi dicoret" dalam hati gatel pingin komentar. Mestinya simbol yang dipake jangan menggambarkan satu merk yang spesifik. Lagipula kayaknya gak semua penonton sepakat mengenai makna dari simbol-simbol itu.

Apakah lambang hape dicoret itu artinya:
Jangan pake hape yang masih pake antena, atau
Hape dengan flap dilarang dipake di bioskop

Jelas-jelas ajalah ditulis:
Silahkan merokok tanpa membagi-bagikan asapnya ke tetangga anda
Dilarang mengganggu penonton lain dengan bunyi ponsel Anda (yang polyphonic itu, yang bunyinya kayak soundtrack "Tersanjung 7" itu, yang bukannya langsung Anda matikan tapi malah anda dengarkan sampai selesai)
Dilarang menyandarkan kaki (atau bagian-bagian lain tubuh) anda ke kepala penonton lain yang tidak anda kenal dengan baik
Dilarang bolak-balik di depan penonton lain untuk pergi ke WC
... dan sejumlah aturan lain yang setiap minggu seharusnya di-update

Kekhawatiran gw soal itu ternyata berlebihan. Kali ini gw gak terganggu dengan dering ponsel ataupun dorongan-dorongan dari belakang kursi.

Tapi, gangguan rupanya memilih untuk dateng lewat suara krincing-krincing dari sebelah kanan gw. Ternyata di samping gw duduk orang yang sepanjang film sibuk ngemainin gantungan kuncinya. Dan dari jarak kurang dari setengah meter, bunyi krincing-krincing setiap lima menit sekali itu lebih mengganggu daripada dering ponsel polyphonic soundtrack "Kuch-kuch Hota Hai" (well, at least I can hum to that famous tune!).

Dan selama kuping gw menyimak, gw berhasil menemukan pola dari derau itu. Suara krincing-krincing terdengar lebih keras di setiap adegan yang sunyi dari dialog atau sound effect. Padahal pada adegan seperti itu kuping gw lebih sensitif, berharap tidak ada bunyi bising yang merusak mood dari adegan itu. Kenapa dia gak sibuk ber-krincing-krincing pas adegan perang aja ato pas adegan menara runtuh ato pas adegan gunung meletus? Setidaknya bunyi krincing-krincing dia bisa diusahakan supaya menyatu dengan musical score yang meriah.

Gangguan juga bisa dateng dari penonton di samping yang bolak-balik ke WC. Mungkin perlu juga ada peringatan "No entry for weak-bladdered people" atau "Empty your bladder before checking-in". Harusnya sadar diri aja bahwa coca-cola ukuran jumbo dan AC yang dingin jelas-jelas bikin bésér. Selain itu pilih waktu yang tepat untuk mengeluarkan bunyi "sluuuurp ... sluuuurp" kenceng yang selain bikin iritasi kuping penonton lain, juga bikin orang nyangkain elu tuh orang yang gak mo rugi banget, coca-cola tinggal setetes aja masih dibela-belain.

Tentang ini, adek gw punya pendapat sendiri. Kayaknya bagus juga kalo ada "Pauze" alias rehat kurang lebih 10 menit di tengah-tengah film, kayak di bioskop-bioskop di luar. Tapi kata dia, cuman itu bagusnya bioskop di Swiss. Selebihnya, dia ngerasa nonton film "American Beauty" atau "Green Mile" yang disulihsuara dalam bahasa Jerman bener-bener nyiksa kuping.

Kesel sama semua gangguan-gangguan itu, sekalian aja kita bertiga ngeluarin jurus "the ultimate movie-time mood destroyer": bisik-bisik (tapi sengaja keras-keras) tentang plot cerita LOTR.

Kurang banyak peringatan di layar sebelum pertunjukan dimulai? Ato mestinya ada briefing buat calon penonton? Lebih bagus lagi kalo ada acara peragaan "keselamatan dalam bioskop" oleh mbak-mbak Theatre Ushers kayak peragaan "keselamatan dalam penerbangan" oleh mbak-mbak pramugari.

Comments

Popular Posts