Read but Don't Buy

"Iya pokoknya elu jangan pulang malam-malam. Serem nih di rumah."
"Emangnya kenapa gitu?"
"Si mbak bilang Kolor Ijo udah sampe Poltangan1 nih"




Ini memang bukan berita baru. Gw sangkain cerita ini cuma isapan jempol yang nggak bakalan nyebar sampai ke Pasar Minggu. Ternyata adek gw sendiri sudah terkena gosip yang nyeleneh ini.

Kolor hijau? Kenapa mesti kolor dan kenapa mesti hijau?

Kolor jelas asosiasinya dekat ke selangkangan walaupun ada juga sejumlah eksentrik yang memakainya di kepala. Berhubung kejahatan yang dihubungkan dengan gosip ini adalah perkosaan, pilihan itu cukup masuk akal. Meski demikian sesungguhnya ini bukan pilihan satu-satunya. Sarung, misalnya, di beberapa joke dewasa2 yang menyebar melalui sms dan milis sering dikait-kaitkan dengan aktivitas syahwati. Celana Dalam atau Celana Pendek juga bisa dikategorikan demikian. Namun pada akhirnya kolor juga yang dipakai mengingat kemudahan dan keringkasan dalam pengucapan.

Studi linguistik mengenai Jumlah Suku kata dan Kepopuleran Istilah

ka-pak me-rah = empat suku kata
pa-lu hi-tam = empat suku kata
ko-lor hi-jau = empat suku kata

See?


Hijau? Ada yang bilang ini masalah simbolisme dan ujung-ujungnya dihubungkan dengan segera datangnya musim Pemilu. Jadi untuk membuat counterissue, para politisi kini sedang menggodok kemungkinan dilancarkannya gosip "Topi Kuning", "Sarung Merah", dan "Bandana Biru." Padahal ini semakin mengerdilkan pandangan kita mengenai makna filosofis dan terapetis dari warna.

Kolor Repellant

Si mbak yang bekerja di rumah sempat bilang kalo penangkalnya adalah daun kelor dan bambu kuning. Daun kelor dan bambu kuning jelas-jelas susah dicari di daerah perkotaan. Carrefour, yang klaimnya adalah toko serba ada yang paling lengkap, belum menyediakan rak khusus bahan-bahan penangkal Kolor Hijau. Padahal dari segi bisnis, nyari laba dari isu berpengaruh signifikan terhadap penjualan. Sedangkan konsumen jelas-jelas akan membayar berapapun demi mendapatkan objek-objek yang bisa menjaga keselamatan dan kehormatan diri.

"mBak, tolong satu butuh satu unit alat penangkal Kolor Hijau."
"Baik, dek. Nama dan alamatnya bisa saya catat? Kami menerima pembayaran dengan kartu kredit lho."

"Halo 911. Kolor hijau menyerbu lingkungan kami."
"Satu unit Tangkal Kolor segera kami kirimkan, pak"

"Hanya di DRTV. Rp 99,900 untuk hidup lebih nyaman tanpa Kolor Hijau."

World would be a much better place

Okelah, kenapa nggak nyoba yang pilihan yang lebih logis misalnya beha hitam. Jelas-jelas beha hitam nggak matching sama sekali dengan kolor hijau jadi kemungkinan besar itu kolor nggak bakalan mampir. Atau mungkin penangkalnya adalah kolor warna hijau juga. Siapa tahu ada peraturan 'sesama kolor hijau dilarang ganggu'. Masalahnya warna kolor seperti itu nggak ada sama sekali gw simpan di lemari. Mo beli? Gw khawatir badan gw abis-abisan dihajar massa kalo gw berani nyari barang itu di pasar. Sebagai alternatif yang lebih aman dan multiguna mungkin bisa dicoba kolor yang udah nggak dicuci selama tiga tahun, terus direndam tiga minggu di dalam air deterjen. Bukan warnanya aja yang bisa ngusir makhluk antah berantah, baunya juga pasti ampuh buat ngusir nyamuk.

Nickname to be Notorious with

Jadi setelah kawanan "Kapak Merah" dan "Palu Hitam", kini muncul kawanan yang dengan bangga menyebut diri "Kolor Hijau". Atau setidaknya begitulah istilah yang dipopulerkan media. Julukan yang menyeramkan sepertinya syarat utama sebelum menceburkan diri di dunia kriminal. Apalagi misalnya kalau nama yang diberikan orang tua memang tidak terdengar mengerikan, seperti Umar. Mungkin gw mesti nyari nickname yang serem juga. Jadi inget celaan dari temen gw "Si Otak Bocor". Tapi kedengarannya bukan serem malah menimbulkan iba dan memicu sumbangan perban dan obat merah.

Jadi, hati-hati memilih warna kolor kalau tidak mau jadi bulan-bulanan massa yang sudah termakan gosip.



[1] Sebuah daerah di bilangan Pasar Minggu
[2] Misalnya "Sarung untuk Diemut"

Comments

Popular Posts